Zogie Ari Effendi | Kumpulan Materi Perkuliahan Keperawatan

Zogie Ari Effendi | Kumpulan Materi Perkuliahan Keperawatan
Stikes ICME Jombang

Tuesday 14 October 2014

Makalah Transplantasi Organ

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Teknologi masa kini terus menuju perubahan yang sangat signifikan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan. Dalam dunia kedokteran timur maupun barat, pada umumnya diyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya. Ada penyakit yang dapat diobati dengan hanya pemberian obat yang sederhana, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan yang relatif rumit, seperti transplantasi organ, hal ini merupakan suatu prosuder tindakan kesehatan yang sangat membutuhkan ketelitian dan kecermatan mendalam.
Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang transplantasi maju dengan sangat pesat. Secara faktual, hal ini sangat membantu pihak-pihak yang menderita sakit untuk bisa sembuh kembali dengan penggantian organ yang sakit dengan organ yang sehat.
Namun dalam pelaksanaanya banyak kendala-kendala yang dihadapi. Transplantasi organ akan memiliki nilai sosial dan kemanusiaan tinggi bila dilakukan atas dasar kemanusiaan bukan kepentingan komersial semata. Namun dengan adanya ketimpangan yang cukup besar antara ketersediaan dengan kebutuhan organ, masalah komersialisasi organ menjadi salah satu perdebatan yang sensitive dalam dunia medis maupun agama. Dibalik kesuksesan dalam perkembangan transplantasi organ itu sendiri muncul berbagai masalah baru. Semakin meningkatnya pasien yang membutuhkan tranplantasi, penolakan organ, komplikasi pasca transplantasi, dan resiko yang mungkin timbul akibat transplantasi telah memunculkan berbagai pertanyaan tentang etika, legalitas dan kebijakan yang menyangkut penggunaan teknologi itu.
Transplantasi organ terus mengalami peningkatan melebihi ketersediaan organ donor yang ada. Sebagai contoh di China, pada tahun 1999 tercatat hanya 24 transplantasi hati, namun tahun 2000 jumlahnya mencapai 78. Sedangkan tahun 2003 angkanya bertambah hingga 356. Jumlah tersebut semakin meningkat pada tahun 2004 yaitu 507 kali transplantasi, Tidak hanya hati namun jumlah transplantasi keseluruhan organ di China memang meningkat sangat drastis.
Transplantasi organ yang lazim dikerjakan di Indonesia adalah memindahkan suatu organ atau jaringan antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam adalah “Transplantasi Organ dan Jaringan”

1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Secara umum penulisan ini bertujuan untuk mengetahuan pengetahuan mahasiswa tentang Transplantasi Organ dan Jaringan
2.      Tujuan Khusus
Menjelaskan tentang Sejarah Transplantasi Organ
Menjelaskan  tentang pengertian Transplantasi Organ dan Jaringan
Menjelaskan  tentang jenis-jenis Transplantasi Organ dan Jaringan
Menjelaskan  tentang Tujuan Transplantasi
Menjelaskan  tentang Dasar Hukum Transplantasi organ dan jaringan
Menjelaskan Tinjauan Hukum Islam Transplantasi Organ
Menjelaskan masalah etik dan moral transplantasi organ
\




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH TRANSPLANTASI ORGAN
Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan transpalantasi kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama. Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat criteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan sistim histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan. Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi. Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembeng dengan ditemukannya metode – metode pencangkokan, seperti :
Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner olah Dr. George E. Green.
Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.
Yang memberikan ilham masalah transplantasi dalam Ilmu Kedokteran adalah:
Terciptanya Hawa dari tulang iga yang diambil dari tulang iga milik Adam.
Legenda taentang Icarus yang berhasil membuat sayap dari bulu burung garuda lalu ditempelkan di badannya. Kira-kira 2000 tahun sebelum Kristus, di Mesir ditemukan sebuah manuskrip yang isinya antara lain uraian mengenai percobaan-percobaan transplantasi jaringan. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum Kristus, seorang ali bedah bangsa Hindu telah berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit jaringan lemak di bawahnya yang berasal dari lengannya. Pengalaman ini merangsang George Tagliacosi, ahli bedah bangsa Italia, pada tahun 1597 mencoba memperbaiki cacat pada hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Pada tahun 1863, Paul Bert, ahli fisiologi bangsa Perancis berpendapat transplantasi jaringan antar individu yang sejenis akan mengalami kegagalan, tetapi dia tidak dapat menjelaskan sebabnya. Kemudian pada tahun 1903, C.O. Jensen, seorang ahli biologi dan tahun 1912, G. Schone, seorang ahli bedah; kedua-duanya bangsa Jerman; menjelaskan mekanisme penolakan jaringan oleh resipien, yaitu karena terjadi proses imunitas dalam tubuh resipien. John Murphy, ahli bedah bangsa Amerika, pada tahun 1897 telah berhasil menyambung pembuluh darah pada binatang percobaan. Prestasinya ini membawa perkembangan lebih pesat dan lebih maju dalam bidang transplantasi dan menjadi tonggak diadakannya transplantasi organ.
Pada tahun 1902 E.Ullman, ahli bedah bangsa Jerman, dan setahun kemudian Claude Beck, ahli bedah bangsa Amerika, telah berhasil melakukan transplantasi ginjal pada seekor anjing.Pada awal abad ke XX timbul pemikiran mengadakan transplantasi jaringan atau organ pada dua individu kembar yang berasal dari satu sel telur. Karena individu kembar yang berasal dari satu sel telur secara biologis dapat dianggap satu individu. Berdasarkan kenyataan ini mendorong Dr. J.E. Murray pada tahun 1954 untuk mengobati seorang anak yang menderita penyakit ginjal dengan mentransplantasikan ginjal yang berasal dari sudara kembarnya.

DEFINISI TRANSPLANTASI ORGAN
Kesehatan (1993:327) berarti : Pencangkokan. Dalam Kamus Kedokteran DORLAND dijelaskan bahwa transplantasi berasal dari bahasa inggris “transplantation” berarti : penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Adapun transplantasi berarti : mentransfer organ atau jaringan dari satu bagian ke bagian lain, yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau ke individu lain.
Transplantasi adalah pemindahan sebagian atau seluruh jaringan dan organ tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi Organ merupakan rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik  hal ini dikemukakan dalam pasal 1 butir 5 UUK.
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, transplantasi adalah tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk mengganti jaringan dan atau organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
Donor merupakan orang yang menyumbangkan alat dan atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk tujuan kesehatan. Donor organ dapat merupakan organ hidup ataupun telah meninggal. Sedangkan resipien adalah orang yang akan menerima jaringan atau organ dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri. Donor terdiri atas dua macam: living donor dan cadaver donor. Living donor terdiri dari orang-orang yang masih hidup dan sewaktu-waktu bersedia untuk diambil salah satu organnya, sedangkan cadaver donor organ diambil dari donor pada waktu menjelang kematian atau pada waktu tepat sesudah kematian.
JENIS- JENIS TRANSPLANTASI ORGAN
Berdasarkan hubungan genetik antara donor dengan resipien, maka transplantasi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
Autotransplantasi
Yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya satu individu. Seperti seseorang yang pipinya dioperasi untuk memulihkan bentuk, diambil daging dari bagian tubuhnya yang lain.
Homotransplantasi (Allotransplantasi)
Yaitu transplantasi dimana donor dan resipiennya individu yang sama jenisnya. Homotransplantasi dapat terjadi pada dua individu yang masih hidup; bisa juga antara donor yang sudah meninggal yang disebut cadaver donor sedang resipien masih hidup.
Heterotransplantasi (Xenotransplantasi)
Yaitu transplantasi yang donor dan resipien nya adalah dua individu yang berbeda jenisnya.Misalnya mentransplantasikan jaringan atau organ dari binatang ke manusia.
Indikasi utama transplantasi organ adalah ikhtiar pengobatan organ itu (yang menderita penyakit sehingga merusak fungsinya) setelah semua ikhtiar pengobatan lainnya dilakukan tetapi mengalami kegagalan.
Melihat tingkatannya, tujuan transplantasi untuk pengobatan mempunyai kedudukan yang berlainan; ada yang semata-mata pengobatan dari sakit atau cacat yang kalau tidak dilakukan dengan pencangkokan tidak akan menimbulkan kematian, tetapi akan menimbulkan cacat atau ketidak sempurnaan badan, seperti pencangokan menambal bibir sumbing, pencangkokan kornea untuk mengobati orang yang korneanya rusak atau tidak dapat melihat. Kalau tidak dilakukan pencangkokan, orang yang sumbing tetap sehat seluruh jasmaninya, hanya mukanya tidak sebagaimana biasa.
Mengenai pencangkokan kornea, jika tidak dilakukan tidak akan mengalami kematian tetapi mengakibatkan kebutaan yang akan mengurangi kegiatan dibanding orang yang lengkap seluruh anggota badannya. Pada pencangkokan yang termasuk pengobatan yang jika tidak dilakukan akan menimbulkan kematian, adalah seperti pencangkokan penggantian ginjal, hati, jantung, dan sebagainya. Kalau tidak dilakukan pencangkokan akan mengakibatkan kematian pasien. Melihat tingkatan itu, dapat diperinci, pada pencangkokan tingkat pertama adalah tingkat dihajadkan, sedang tingkat kedua tingkat darurat.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan / organ.
Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

TUJUAN TRANSPLANTASI
Transplantasi organ merupakan suatu tindakan medis memindahkan sebagian tubuh atau organ yang sehat untuk menggantikan fungsi organ sejenis yang tidak dapat berfungsi lagi. Transplantasi dapat dilakukan pada diri orang yang sama (auto transplantasi), pada orang yang berbeda (homotransplantasi) ataupun antar spesies yang berbeda (xeno-transplantasi). Transplantasi organ biasanya dilakukan pada stadium terminal suatu penyakit, dimana organ yang ada tidak dapat menanggung beban karena fungsinya yang sudah hilang oleh suatu penyakit.
Pasal 33 UU No 23/1992 menyatakan bahwa transplantasi merupakan salah satu pengobatan yang dapat dilakukan untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Secara legal transplantasi hanya boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak boleh dilakukan untuk tujuan komersial (pasal 33 ayat 2 UU 23/ 1992). Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa organ atau jaringan tubuh merupaka anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga dilarang untuk dijadikan obyek untuk mencari keuntungan atau komersial.Transplantasi pada dasarnya bertujuan untuk:
Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan, kerusakan jantung, hati dan ginjal
Pemulihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan, tapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis contohnya bibir sumbing
    Ditinjau dari segi tingkatan tujuannya, ada tingkat dihajatkan dan tingkat darurat.
a. Tingkat dihajatkan merupakan transplantasi pengobatan dari sakit atau cacat, apabila tidak dilakukan dengan pencangkokan tidak akan menimbulkan kematian, seperti transplantasi cornea mata dan bibir sumbing.
b. Tingkat darurat merupakan transplantasi sebagai jalan terakhir, apabila tidak dilakukan akan menimbulkan kematian, seperti transplantasi ginjal, hati dan jantung.

2.5 ASPEK HUKUM TRANSPLANTASI ORGAN
Pengaturan mengenai transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Dalam peraturan tersebut diatur tentang siapa yang berwenang melakukan tindakan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, bagaimana prosedur pelaksanaan tindakan medis transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, juga tentang sanksi pidana. Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bagi pelaku pelanggaran baik yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan, melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia tanpa persetujuan donor atau ahli waris, memperjual belikan organ dan atau jaringan tubuh manusia diancam pidana penjara paling lama 7 (tujuh ) tahun dan denda paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta) sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1)a, Pasal 81 ayat (2)a, Pasal 80 ayat (3), dan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran yang melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) PP No. 81 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Minis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat dan/atau Jaringan Tubuh Manusia.
Untuk menanggulangi perdagangan gelap organ dan/atau jaringan tubuh manusia diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang berisi ketentuan mengenai jenis perbuatan dan sanksi pidana bagi pelaku yang terdapat dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 17, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 120.000.000, (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000, (enam ratus juta rupiah). Sedangkan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang juga rentan terhadap tindakan eksploitasi perdagangan gelap transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh telah diatur dalam Pasal 47 dan Pasal 85 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta yang berisi ketentuan mengenai jenis tindak pidana dan sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelakunya. Dalam melakukan tindakan medis transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia seorang dokter harus melakukannya berdasarkan standart profesi serta berpegang teguh pads Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).
Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – poko peraturan tersebut, adalah
Pasal 10
Transplantasi alat unutk jaringna tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan – ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan / keluarganya yang trdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.
Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transaplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk  keadaan dari luar negri.

2.6 TINJAUAN HUKUM ISLAM TRANSPLANTASI ORGAN
Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Sehat
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya ‘Haram’, dengan alasan :
Firman Allah dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 195 :
وَلاَ تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إَلىَ التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”.
Ayat tersebut mengingatkan manusia, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, namun tetap menimbang akibatnya yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor, walaupun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur. Umpamanya seseorang menyumbangkan sebuah ginjalnya atau matanya pada orang lain yang memerlukannya karena hubungan keluarga, teman atau karena berharap adanya imbalan dari orang yang memerlukan dengan alasan krisis ekonomi. Dalam masalah yang terakhir ini, yaitu donor organ tubuh yang mengharap imbalan atau menjualnya, haram hukumnya, disebabkan karena organ tubuh manusia itu adalah milik Allah (milk ikhtishash), maka tidak boleh memperjualbelikannya. Manusia hanya berhak mempergunakannya, walaupun organ tubuh itu dari orang lain.
Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu masih hidup sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaatnya bagi seorang manusia. Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sulit untuk ditolong kembali. Maka sama halnya, menghilangkan penyakit dari resipien dengan cara membuat penyakit baru bagi si donor. Hal ini tidak diperbolehkan karena dalam qaidah fiqh disebutkan:
الضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَرِ
“Bahaya (kemudharatan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (kemudharatan) lainnya”.
Qaidah Fiqhiyyah
دَرْءُ اْلمَفاَسِدِ مُقَدَّمٌ عَلىَ جَلْبِ اْلمَصَالِحِ
“Menghindari kerusakan/resiko, didahulukan dari/atas menarik kemaslahatan”.

Berkaitan transplantasi, seseorang harus lebih mengutamakan menjaga dirinya dari kebinasaan, daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri sendiri dan berakibat fatal, akhirnya ia tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.
Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Koma
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram, walaupun menurut dokter, bahwa si donor itu akan segera meninggal, karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah, hal tersebut dapat dikatakan ‘euthanasia’ atau mempercepat kematian. Tidaklah berperasaan/bermoral melakukan transplantasi atau mengambil organ tubuh dalam keadaan sekarat. Orang yang sehat seharusnya berusaha untuk menyembuhkan orang yang sedang koma tersebut, meskipun menurut dokter, bahwa orang yang sudah koma tersebut sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Sebab ada juga orang yang dapat sembuh kembali walau itu hanya sebagian kecil, padahal menurut medis, pasien tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup. Maka dari itu, mengambil organ tubuh donor dalam keadaan koma, tidak boleh menurut Islam dengan alasan sebagai berikut :
Hadits Nabi, riwayat Malik dari ‘Amar bin Yahya, riwayat al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Daruquthni dari Abu Sa’id al-Khudri dan riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ubadah bin al-Shamit :
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat madharat pada orang lain”.

Berdasarkan hadits tersebut, mengambil organ tubuh orang dalam keadaan koma/sekarat haram hukumnya, karena dapat membuat madharat kepada donor tersebut yang berakibat mempercepat kematiannya, yang disebut euthanasia.
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya demi mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati berada di tangan Allah. Oleh karena itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematian orang lain, meskipun hal itu dilakukan oleh dokter dengan maksud mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien.
Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Meninggal
Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata atau ginjal) yang sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan Islam dengan syarat bahwa :
Resipien (penerima sumbangan organ tubuh) dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal baik medis maupun non medis, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyyah :
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ اْلمَحْظُوْرَاتِ
“Darurat akan membolehkan yang diharamkan”.

Juga berdasarkan qaidah fiqhiyyah :
الضَّرَرُ يُزَالُ
“Bahaya itu harus dihilangkan”.
Juga pencangkokan cocok dengan organ resipien dan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Disamping itu harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya, untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.
Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih hidup) dan izin keluarga/ahli waris.
Adapun fatwa MUI tersebut dikeluarkan setelah mendengar penjelasan langsung Dr. Tarmizi Hakim kepada UPF bedah jantung RS Jantung “Harapan Kita” tentang teknis pengambilan katup jantung serta hal-hal yang berhubungan dengannya di ruang sidang MUI pada tanggal 16 Mei 1987. Komisi Fatwa sendiri mengadakan diskusi dan pembahasan tentang masalah tersebut beberapa kali dan terakhir pada tanggal 27 Juni 1987.
Adapun dalil-dalil yang dapat menjadi dasar dibolehkannya transplantasi organ tubuh, antara lain:
Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 195 yang telah kami sebut dalam pembahasan didepan, yaitu bahwa Islam tidak membenarkan seseorang membiarkan dirinya dalam bahaya, tanpa berusaha mencari penyembuhan secara medis dan non medis, termasuk upaya transplantasi, yang memberi harapan untuk bisa bertahan hidup dan menjadi sehat kembali.
Al-Quran surah Al-Maidah ayat 32:
وَمَنْ أَحْياَهَا فَكَأَنمَّاَ أَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعاً
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya”.
Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa”. Selain itu juga ayat 195, menganjurkan agar kita berbuat baik. Artinya: “Dan berbuat baiklah karena Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong-menolong dalam kebaikan, karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat memerlukannya.
Pada dasarnya, pekerjaan transplantasi dilarang oleh agama Islam, karena agama Islam memuliakan manusia berdasarkan surah al-Isra ayat 70, juga menghormati jasad manusia walaupun sudah menjadi mayat, berdasarkan hadits Rasulullah saw. : “Sesungguhnya memecahkan tulang mayat muslim, sama seperti memecahkan tulangnya sewaktu masih hidup”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Said Ibn Mansur dan Abd. Razzaq dari ‘Aisyah).
Tetapi menurut Abdul Wahab al-Muhaimin; meskipun pekerjaan transplantasi itu diharamkan walau pada orang yang sudah meninggal, demi kemaslahatan karena membantu orang lain yang sangat membutuhkannya, maka hukumnya mubah/dibolehkan selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya.[13] Hal ini didasarkan pada qaidah fiqhiyyah :
ِإذَا تَعَارَضَتْ مَفْسَدَتاَنِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا
“Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar, dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat”.
Hadits Nabi saw.
تَدَاوُوْا عِبَادَ اللهِ فَإِنَّ الله َلَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَ
وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ اْلهَرَمُ
“Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit kecuali dia juga telah meletakkan obat penyembuhnya, selain penyakit yang satu, yaitu penyakit tua”.
(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Usamah ibnu Syuraih)

Oleh sebab itu, transplantasi sebagai upaya menghilangkan penyakit, hukumnya mubah, asalkan tidak melanggar norma ajaran Islam.
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda pula : “Setiap penyakit ada obatnya, apabila obat itu tepat, maka penyakit itu akan sembuh atas izin Allah”. (HR. Ahmad dan Muslim dari Jabir).
Selanjutnya berkenaan dengan hukum antara donor dan resipien yang seagama atau tidak seagama, serta hukum organ tubuh yang diharamkan seperti babi, juga dapat menimbulkan masalah, tetapi hal tersebut dapat dikaji berdasar ayat-ayat Al-Quran surah al-Najm 38-41 :
“Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwa manusia itu tidak memperoleh selain apa yang ia usahakan. Dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan. Kemudian akan diberi balasannya dengan balasan yang paling sempurna”.
Al-Quran surah al-Baqarah ayat 286 : “Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya itu dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya”.
Berdasar ayat-ayat diatas, berkenaan dengan hubungan antara donor dengan resipien yang menyangkut pahala atau dosa maka dalam hal ini mereka masing-masing akan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan mereka sendiri-sendiri. Mereka tidak akan dibebani dengan pahala atau dosa, kecuali yang dilakukan oleh masing-masing mereka. Yang perlu diingat, bahwa yang salah bukan organ tubuh, tetapi pusat pengendali, yaitu pusat urat syaraf. Oleh sebab itu, tidak perlu khawatir dengan organ tubuh yang disumbangkan, karena tujuannya adalah untuk kemanusiaan dan dilakukan dalam keadaan darurat. Hal ini sama dengan hukum tranfusi darah. Namun alangkah baiknya dan sangat diharapkan demi kemaslahatan, jika organ tubuh itu kita dapatkan dari seorang muslim juga, demi ketenangan kita dalam menjalankan kehidupan untuk ibadah, dengan dasar :
اْلأَصْلُ فيِ اْلأَشْياَءِ اْلإِباَحَةُ حَتىَّ يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلىَ التَّحْرِيْمِ

Selanjutnya, bertalian dengan transplantasi dengan organ tubuh hewan diharamkan yang dicangkokkan kepada manusia, seperti katup jantung babi atau ginjalnya, dalam hal ini haram hukumnya, dengan dasar qaidah fiqh :
اْلأَصْلُ فيِ اْلأَشْياَءِ التَّحْرِيْمُ
“Pada dasarnya segala sesuatu itu adalah haram”.

2.7 MASALAH ETIK dan MORAL dalam TRANSPLANTASI ORGAN
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah (a) donor hidup, (b) jenazah dan donor mati, (c) keluarga dan ahli waris, (d) resepien, (e) dokter dan pelaksana lain, dan (f) masyarakat. Hubungan pihak – pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan dalam uraian dibawah ini.
Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh – sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan
Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan – pertimbangan kepentingan pribadi.

Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada prinsipnya transplantasi organ merupakan suatu tindakan mulia, dimana seorang donor memberikan sebagian tubuh atau organ tubuhnya untuk menolong pasien yang mengalami kegagalan fungsi organ tertentu. Transplantasi organ dari donor hidup pada prinsipnya hanya boleh dilakukan jika ada informed consent dari pendonor, dengan memperhatikan resiko donor, efektifitas pendonoran organ, kemungkinan keberhasilan pada penerima dan tidak adanya unsur jual beli atau komersialisasi di dalamnya.
Transplantasi dari pendonor dimungkinkan dilakukan di Indonesia dengan dasar prinsip Izin, artinya pengambilan organ dari tubuh jenazah hanya boleh dilakukan jika donor dan keluarganya memberikan persetujuan sebelumnya, setelah mendapatkan informasi yang cukup. Pemanfaatan organ semacam ini hanya bisa dilakukan jika korban sudah dinyatakan mengalami mati batang otak, dan kesegaran organnya dijaga dengan mempertahankan sirkulasi dan pernapasannya pasca meninggal dengan bantuan alat pemopang kehidupan. Sulitnya prosedur ini menyebabkan semua donor organ dari Indonesia adalah donor hidup
Meskipun secara legal Indonesia bersama negara lain menentang organ trafficking (penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi (pengobatan organ sebagai komoditas) dan transplant tourisme (turisme dalam rangka penyediaan organ untuk pasien dari negara lain), tetapi yang memiliki sanksi pidana hanyalah tindakan transplantasi organ yang dilakukan secara komersial.

3.2 Saran 
   Makalah ini dibuat untuk memenuhi sesuai tujuan awal. Semoga penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang  Transplantasi organ.


DAFTAR PUSTAKA
file:///H:/Kelmpok%202%20Transplnts%20Org/Transplantasi%20Organ.htm
file:///H:/Kelmpok%202%20Transplnts%20Org/transplantasi-organ.html
Al Quranul Karim dn terjemahannya, Mujamma’ Khadim Haramain asy-Syarifain al-Mail Fahd li thiba’at al-Mushhaf asy-Syarif, Madina Munawwara, PO Box 3561

-    Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazhair, (Beirut-Lebanon: Dar-al-Fikr, 1415 H/1995 M)

-    Zuhdi Masjfuk, Masail Fiqhiyyah, (Jakarta: Haji Masagung, 1991)

http://hargablogmurah.blogspot.com/2010/04/transplantasi-organ.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Transplantasi_organ
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/13/transplantasi-organ-2/

No comments:

Post a Comment

Trimakasih Atas Kunjungan Anda