Zogie Ari Effendi | Kumpulan Materi Perkuliahan Keperawatan

Zogie Ari Effendi | Kumpulan Materi Perkuliahan Keperawatan
Stikes ICME Jombang

Thursday, 10 July 2014

makalah epispadia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, bahan asing, dan produk sisa. Sisa-sisa metabolisme dikeluarkan oleh ginjal dalam bentuk urine. Urine kemudian akan turun melewati ureter menuju kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya secara periodik akan dikeluarkan melalui uretra. Kelainan pada alat kelamin merupakan salah satu masalah yang memerlukan perhatian khusus. Secara fisiologis organ tersebut memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai saluran pembuangan urine dan juga berfungsi sebagai organ seksual. Apabila terdapat kelainan pada organ tersebut, dapat dipastikan bahwa fungsi organ tersebut tidak dapat berjalan optimal.
Salah satu kelainan pada alat genetal adalah epispadia. Epispadia adalah suatu kelainan kongenital berupa tidaka adanya dinding uretra bagian atas. Kelainan ini terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering terjadi pada laki-laki. Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran kemih. Inkontinensia urine timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%) karena perkembangan yang salah dari spingter urinarius.Walaupun insiden epispadia terbilang jarang, namun penting bagi mahasiswa keperawatan untuk mempelajari konsep penyakit dah asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien epispadia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kelompok kami membahas konsep penyakit dan asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien dengan epispadia dalam makalah ini.





1.2    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana konsep penyakit pada klien dengan epispadia?
2.    Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan epispadia?

1.3    Tujuan
1.    Tujuan Umum :
Untuk mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya di mata kuliah keperawatan Sistem Perkemihan dengan bahan ajar konsep asuhan keperawatan pada klien Epispadia.
2.    Tujuan Khusus :
Untuk memahami konsep dasar seperti :
a.    Definisi dari Epispadia
b.    Anatomi Fisiologi Sistem Genetalia
c.    Epidemiologi Epispadia
d.    Etiologi Epispadia
e.    Klasifikasi Epispadia
f.    Manifestasi Klinis Epispadia
g.    Patofisiologi Epispadia
h.    Komplikasi dan Prognosis dari Epispadia
i.    Pemeriksaan Diagnostik Epispadia
j.    Penatalaksanaan Epispadia
k.    Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Epispadia
1.4    Manfaat
1.    Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya seorang perawat
2.    Manfaat Praktis
Hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan dan masukan mengenai Asuhan Keperawatan Epispadia.



BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1    Definisi
Epispadia merupakan kelainan konginetal berupa tidak adanya dinding uretra bagian atas. Kelainan ini terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering pada laki-laki. Ditandai dengan terdapat nya lubang uretra di suatu tempat pada permukaan dorsum penis. (Kamus Saku Kedokteran DORLAN edisi 28 halaman 395).
Epispadia merupakan malformasi congenital dimana uretra bermuara pada permukaan dorsal penis. (Kamus Keperawatan halaman 217).
Epispadia merupakan suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung tetapi terbuka. Epispadia adalah kelainan bawaan dari alat kelamin eksternal dan bawah saluran kemih akibat perkembangan yang tidak lengkap dari permukaan dorsal penis atau klitoris dan dinding atas dari uretra yang karena itu terbuka. Akibatnya, meatus uretra eksternal memiliki lokasi yang tidak biasa di titik variabel antara leher kandung kemih dan puncak kepala penis.
Terdapat 3 jenis epispadia :
1.    Lubang uretra terdapat di puncak kepala penis
2.    Seluruh uretra terbuka di sepanjang penis
3.    Seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding perut.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu kelainan letak lubang uretra ke sisi dorsal penis, tidak meluas ke ujung penis karena tidak adanya dinding dorsal uretra.


2.2    Anatomi fisiologi Genetalia
1.    Struktur luar dari sistem reproduksi pria
Struktur luar sistem reproduksi pria terdiri dari : penis, skrotum (kantung zakar) dan testis (buah zakar).

a.    Penis
Penis terdiri dari:
-    Akar (menempel pada didnding perut)
-    Badan (merupakan bagian tengah dari penis)
-    Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).
Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di umung glans penis. Dasar glans penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis.
Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil:
-    2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak bersebelahan.
-    Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi).

b.    Skrotum
Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh. Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehinnga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat).



c.    Testis
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan terletak di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari testis kanan. Testis menghasilkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) juga hormon testosterone.
Fungsi testis, terdiri dari :
a.    Membentuk gamet-gamet baru yaitu spermatozoa, dilakukan di Tubulus seminiferus.
b.    Menghasilkan hormon testosteron, dilakukan oleh sel interstial (sel leydig).

2.    Struktur dalam dari sistem reproduksi pria
Struktur dalam dari sistem reproduksi pria terdiri dari vas deferens, uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis. Alat kelamin laki-laki terbagi atas 3 bagian :
a.    Vas deferens
Vas deferens merupakan saluran yang membawa sperma dari epididimis. Saluran ini berjalan ke bagian belakang prostat lalu masuk ke dalam uretra dan membentuk duktus ejakulatorius. Struktur lainnya (misalnya pembuluh darah dan saraf) berjalan bersama-sama vas deferens dan membentuk korda spermatika.
b.    Uretra
Uretra berfungsi 2 fungsi:
-    Bagian dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih
-    Bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen.

c.    Duktus Duktuli
a)    Epididimis
Merupakan saluran halus yang panjangnya ± 6 cm terletak sepanjang atas tepi dan belakang dari testis. Epididimis terdiri dari kepala yang terletak di atas katup kutup testis, badan dan ekor epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan visceral, lapisan ini pada mediastinum menjadi lapisan parietal.

Saluran epididimis dikelilingi oleh jaringan ikat, spermatozoa melalui duktuli eferentis merupakan bagian dari kaput (kepala) epididimis. Duktus eferentis panjangnya ± 20 cm, berbelok-belok dan membentuk kerucut kecil dan bermuara di duktus epididimis tempat spermatozoa disimpan, masuk ke dalam vas deferens. Fungsi dari epididimis yaitu sebagai saluran penhantar testis, mengatur sperma sebelum di ejakulasi, dan memproduksi semen.
b)    Duktus Deferens
Merupakan kelanjutan dari epididimis ke kanalis inguinalis, kemudian duktus ini berjalan masuk ke dalam rongga perut terus ke kandung kemih, di belakang kandung kemih akhirnya bergabung dengan saluran vesika seminalis dan selanjtnya membentuk ejakulatorius dan bermuara di prostate. Panjang duktus deferens 50-60 cm.
c)    Uretra
Uretra berfungsi 2 fungsi:
-    Bagian dari sistem kemih yang mengalirkan air kemih dari kandung kemih
-    Bagian dari sistem reproduksi yang mengalirkan semen.

2.3    Epidemiologi
Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran kemih. Inkontinensia urine timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%) karena perkembangan yang salah dari spingter urinarius. Perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, memperluas uretra ke glans. Prepusium digunakan dalam proses rekonstruksi, sehingga bayi baru lahir dengan epispadia tidak boleh di sirkumsisi. (Sylvia A. Price, hal. 1317).

2.4    Etiologi
Penyebab dari epispadia, antara lain:
1.    Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yg dimaksud disini adalah hormon androgen yang mengatur orgonogenensis kelamin (pria) atau dapat juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan efek yang semestinya. Selain itu, enzim yang berperan dalam sintesis androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2.    Genetik atau Idiopatik terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3.    Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan zat-zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

2.5    Klasifikasi
Tergantung pada posisi meatus kemih dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk :
1.    Balanica atau epispadias kelenjar
Adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada permukaan, alur dari meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadias kurang sering dan lebih mudah diperbaiki.
2.    Epispadias penis
Derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra terletak di titik variabel antara kelenjar dan simfisis pubis.
3.    Penopubica epispadias
Varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang perpanjangan seluruh hingga leher kandung kemih yang lebar dan pendek.


2.6    Manifestasi Klinis
1.    Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal
2.    Terdapat penis yg melengkung ke arah dorsal, tampak jelas pada saat ereksi
3.     Terdapat chordae
4.    Terdapat lekukan pada ujung penis
5.    Inkontinesia urin timbul pd epispadia penopubis (95%) dan penis (75%) karena perkembangan yang salah dari sfingter urinarius.
2.7    Patofisiologi
Pada anak laki-laki yang terkena, penis biasanya luas, dipersingkat dan melengkung ke arah perut (chordee dorsal). Biasanya, meatus terletak di ujung penis, namun anak laki-laki dengan epispadias, terletak di atas penis. Dari posisi yang abnormal ke ujung, penis dibagi dan dibuka, membentuk selokan. Seolah-olah pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit dilucuti di bagian atas penis. Klasifikasi epispadias didasarkan pada lokasi meatus pada penis. Hal ini dapat diposisikan pada kepala penis (glanular), di sepanjang batang penis (penis) atau dekat tulang kemaluan (penopubic). Posisi meatus penting dalam hal itu memprediksi sejauh mana kandung kemih dapat menyimpan urin (kontinensia). Semakin dekat meatus adalah dasar atas penis, semakin besar kemungkinan kandung kemih tidak akan menahan kencing.
Dalam kebanyakan kasus epispadia penopubic, tulang panggul tidak datang bersama-sama di depan. Dalam situasi ini, leher kandung kemih tidak dapat menutup sepenuhnya dan hasilnya adalah kebocoran urin. Kebanyakan anak laki-laki dengan epispadias penopubic dan sekitar dua pertiga dari mereka dengan epispadias penis memiliki kebocoran urin stres (misalnya, batuk dan usaha yang berat). Pada akhirnya, mereka mungkin membutuhkan bedah rekonstruksi pada leher kandung kemih. Hampir semua anak laki-laki dengan epispadias glanular memiliki leher kandung kemih yang baik. Mereka dapat menahan kencing dan melatih bak normal. Namun, kelainan penis (membungkuk ke atas dan pembukaan abnormal) masih memerlukan operasi perbaikan.

Epispadias adalah jauh lebih jarang pada anak perempuan, dengan hanya satu dari 565.000 terpengaruh. Mereka yang terpengaruh memiliki tulang kemaluan yang dipisahkan untuk berbagai derajat. Hal ini menyebabkan klitoris tidak menyatu selama perkembangan, sehingga kedua bagian klitoris. Selanjutnya, leher kandung kemih hampir selalu terpengaruh. Akibatnya, anak perempuan dengan epispadias selalu bocor urin stres (misalnya, batuk dan usaha yang berat). Untungnya, dalam banyak kasus, perawatan bedah dini dapat menyelesaikan masalah ini.

WOC / PATHWAYS





   

2.8    Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat epispadia (corwin, 2009), yaitu:
1.    Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee-nya parah, maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan.
2.    Pada epispadia, apabila lubang uretra di dorsalnya luas, maka dapat terjadi ekstrofi (pemanjanan melalui kulit) kandung kemih.
Komplikasi pasca operasi epispadia:
a.    Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom atau kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2-3 hari pasca operasi.
b.    Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukkan batu saat pubertas.
c.    Fitula Uretroputan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur atau tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%.
d.    Residual Chordee/rekuren chordee, akibat rilis chordee yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artificial saat operasi atau pembentukkan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
e.    Divertikulum, terjadi pada pembentukkan neuretra yang terlalu lebar atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

2.9    Pemeriksaan Diagnostik
1.    Radiologis (IVP)
2.    USG sistem kemih-kelamin.
3.    Epispadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan.

2.10    Penatalaksanaan
Berbeda dengan hipospadia di mana ada sejumlah besar teknik bedah yang menawarkan pilihan terapi yang berbeda, karena koreksi epispadia termasuk alternatif bedah dan hasil dari sudut pandang fungsional sering tidak memuaskan. Ketika epispadia tidak terkait dengan inkontinensia urin perawatan bedah terbatas pada rekonstruksi kepala penis dan uretra menggunakan plat uretra. Ketika epispadias dikaitkan dengan inkontinensia urin pengobatan menjadi lebih kompleks. Dalam rangka meminimalkan dampak psikologis, usia yang paling cocok untuk perbaikan bertepatan dengan tahun pertama atau kedua kehidupan.
Tujuan dari penatalaksanaan bedah dari epispadia adalah merekomendasikan penis yang lurus dengan meatus uretra di tempat normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal. Selain itu perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, membuang chordee, dan memperluas uretra ke glands. Ada beberapa tahap pembedahan yang dilakukan untuk penatalaksanaan epispadia, yaitu
1.    Urethroplasty
Adalah teknik operasi sederhana yang sering digunakan terutama untuk epispadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter yang memilih untuk melakukan 2 tahap.
2.    Operasi Epispadia 2 Tahap
Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunneling dilakukan untuk meluruskan penis supaya meatus (lubang tempat keluar kencing) nanti letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit, dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya (tahap kedua) dilakukan urethroplasty (pembuatan saluran kencing buatan/uretra) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan teknik operasi yang terbaik. satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan keinginan yang dialami oleh pasien.


BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EPISPADIA
3.1    Pengkajian
a.    Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, tanggal dan jam masuk RS, nomor registrasi dan diagnosis medis.
b.    Keluhan Utama Pasien
Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke Rumah Sakit. Pasien datang karena mengeluh BAK keluar dari atas.
c.    Riawayat Kesehatan Sekarang
-    Sebelum operasi : pasien mengeluh sejak lahir lubang penis berada diatas, bila pasien BAK pancaran urine tidak keluar dari ujung penis. Melainkan dari atas, saat BAK pasien tidak menangis, warna urine kuning, jernih, tidak ada darah, dan tidak demam.
-    Sesudah operasi : adanya rasa nyeri: kaji lokasi (pasien mengeluh sejak lahir lubang penis, bila pasien BAK pancaran urine tidak keluar dari ujung penis. Melainkan dari atas), karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi biasanya karena luka pembedahan; faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.

d.    Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya gangguan hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria) atau dapat juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada terutama saat kehamilan ibu.
e.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga, seperti adanya faktor genetik terjadin karena gagalnya sintesis androgen yang diderita keluarga. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengkode sistesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3.2    Pengkajian Keperawatan
1.    Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
pada umumnya tidak terjadi gangguan pada pemeliharaan kesehatan dikarenakan epispadia. Namun biasanya yang terganggu saat akan melakukan Bak saja.
2.    Pola Nutrisi atau Metabolik
Pdada dasarnya pasien tidak mengalami gangguan pola nutri atau metabolik.Nafsu makan pasien tidak mengalami penurunan.
3.    Pola Eliminasi
Pada dasarnya pasien tidak mengalami gangguan pola eliminasi. Hanya saja ketika buang air kecil, urinnya akan memancar.
4.    Pola aktivitas dan latihan
Pasien lebih suka beraktivitas di dalam rumah. Pada umumnya aktivitas dan latihan pasien tidak begitu terganggu.
5.    Pola Tidur dan Istirahat
Pasien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
6.    Pola kognitif dan Perseptual
Lubang Penis berada di atas mempengaruhi pasien.
7.    Pola Persepsi Diri
pasien mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan pandangan tentang tubuhnya karena lubang penis berada di atas. Umumnya pasien akan merasa malu dengan keadaan dirinya
8.    Pola Seksual dan reproduksi
Terjadi perubahan dalam mencapai kepuasan seks (umumnya diakibatkan karen gangguan saat penetrasi dan ejakulasi saat berhubungan seksual), perubahan minat terhadap diri sendiri, persepsi keterbatasan akibat lubang penis yang berada di atas.
9.    Pola peran dan hubungan
pada pasien epispadia biasanya tidak terganggu, namun akan biasanya terganggu dalam berhubungan dengan orang lain karena keadaannya.

10.    Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat cemas saat meu dilakukan operasi. Adanya rasa takut sebelum dilakukan pembedahan.
11.    Sistem nilai dan keyakinan
Pada pasien epispadia tidak ada gangguan pada sistem nilai dan keyakinan.

3.3    Pemeriksaan Fisik
a.    Keadaan umum    : Klien terlihat sedikit pucat
Kesadaran        : compos metis/sadar penuh
GCS        : eye=4, verbal=5, motorik=6
Vital sign        : TD=120/70mmHg,
Nadi=110x/menit, S=37,60C, RR=32x/menit
b.    Genetalia
Tidak terdapat tumor, terdapat kelainan lubang penis yang berada di dorsal penis.
3.4    Diagnosa Keperawatan
a.    Diagnosa Keperawatan pre-pembedahan
1.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kelainan anatomis tubuh
2.    Gangguan disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan anatomis tubuh
3.    Ansietas berhubungan proses pembedahan

b.    Diagnosa Keperawatan pasca-pembedahan
1.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
2.    Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan setelah pembedahn
3.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter, adanya luka pembedahan.


3.5    Intervensi
No.    Diagnosa Keperawatan    NOC    NIC
1.    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kelainan anatomis tubuh
    NOC:
    Body images
    Self esteem
Kriteria Hasil
    Body images positif
    Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
    Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
    Mempertahankan interaksi sosial    NIC
Body image enhancement
•    Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubhnya
•    Monitor frekuensi mengkritik dirinya
•    Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan prognosis penyakit
•    Dorong klien mengungkapkan perasaannya
•    Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
•    Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil.
2.    Gangguan disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan anatomis tubuh
    NOC:
    Sexuality Pattern, Inefective
    Self-Esteem Situasional Lom
    Rape Trauma Syndrome Silent Reaction
    Knowladge: Sexual Functioning

Kriteria Hasil:
    Pemulihan dan penganiayaan seksual
    Perubahan fisik dengan penuaan wanita dan pria
    Pengenalan dan penerimaan identitas seksual pribadi
    Mengetahui masalah reproduksi
    Kontrol resiko penyakit menular seksual (PMS)
    Fungsi seksual: integrasi aspek fisik, sosio emosi, dan intelektual ekspresi dan performa seksuaal
    Menunjukkan dapat beradaptasi dengan ketidakmampuan fisik
    Mampun mengontrol kecemasan
    Menunjukkan pemulihan dari penganiayaan: seksual
    Menunjukkan keinginan untuk mendiskusikan perubahan fungsi seksual
    Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang pembatasan indikasi medis
    Meminta informasi yang dibutuhkan tentang perubahan fungsi seksual
    Penggunaan kontrasepsi yang elektif    NIC:
Sexual Counseling
•    Membangun hubungan terapeutik, berdasarkan kepercayaan dan rasa hormat
•    Menetapkan panjang hubungan konseling
•    Menyediakan privasi dan menjamin kerahasiaan
•    Memberikan informasi tentang fungsi seksual
•    Diskusikan efek dari situasi penyakit/kesehatan pada seksualitas
•    Diskusikan efek dari perubahan seksualitas pada orang lain yang signifikan
•    Diskusikan tingkat pengetahuan psien tentang seksualitas pada umumnya
•    Diskusikan diperlukan, modifikasi dalam aktivitas seksual.
•    Membantu pasien untuk mengekspresikan kesedihan dan kemarahan tentang perubahan dalam fungsi tubuh/penampilan.
•    Berikan informasi faktual tentang mitos seksual dan misinformasi yang pasien dapat verbalisasi
•    Anjurkan pasien tentang penggunaan obat-obatan (misalnya bronkolidator) untuk meningkatkan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual
•    Tentukan jumlah bersalah seksual yang berhubungan dengan persepsi pasien dari faktor-faktor penyebab penyakit
•    Sertakan pasangan/pasangan seksual dalam konseling sebanyak mungkin
•    Gunakan humor dan mendorong pasien untuk menggunakan humor untuk meringankan kecemasan atau rasa malu.
•    Memberikan arahan/konsultasi dengan anggota lain dari tim perawatan kesehatan yang sesuai.
3.    Ansietas berhubungan proses pembedahan
    NOC:
    Anxiety control
    Coping
    Impulse control

Kriteria Hasil
    Mengidentifikasi,mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
    Vital sign dalam batas normal
    Postur tubuh,ekspresi wajah,bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya cemas    NIC:
Anxiety Reduction (penurunan Kecemasan)
•    Gunakan pendekatan yang menenangkan
•    Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
•    Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
•    Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
•    Lakukan back/neck rub
•    Identifikasi tingkat kecemasan
•    Bantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan
•    Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
•    Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
4.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas        NOC:
    Respiratory status: ventilation
    Respiratory status: Airway patency
    Aspiration control

Kriteria hasil:
    Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih
    Menunjukkan jalan nafas yang paten
    Mampu mengidentifikasi dan mencegah  factor yang dapat menghambat jalan nafas         NIC:
     Airway Suction
•    Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
•    Informasikan kepada klein dan keluarga tentang suctioning
•    Minta klien nafas sebelum suction dilakukan
•    Berikan 02 menggunakan nasal
•    Monitor status oksigen klien
•    Hentikan suctioning apabila menunjukkan bakikardi

Airway Management
•    Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
•    Pasang mayo bila perlu
•    Lakukan fisioterapi dada jika perlu
•    Keluarkan secret dengan batuk atau suction
•    Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan
•    Kolaborasikan pemberian bronkodilator
•    Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
•    Monitor respirasi dan status O2
5.    Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan setelah pembedahn    NOC:
    Pain level
    Pain control
    Comfort level

Kriteria hasil :
    Mampu mengontrol  nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan
    Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
    Mmpu mengenali nyeri(skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
    Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
    NIC:
Pain menagement
•    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi , karakteristik,durasi,frekuansi,kualitas,dan faktor presipitasi
•    Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
•    Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk menggunakan mengetahui pengalaman nyeri pasien
•    Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
•    Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
•    Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
•    Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
•    Kontrol lingkungan yng dapat mempengaruhi nyeri seperti sushu ruangan , pencahayaan dan kebisingan
•    Kurangi faktor presipitasi nyari
•    Pilih dan lakukan penanganan nyeri
•    Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
•    Ajarkan tentang teknik non farmakologi
•    Berikan aanalgetik untuk mengurangi nyeri
•    Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
•    Tingkatkan istirahat
•    Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan ada tindakan nyeri tidak berhasil
•    Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic administrion
•    Tentukan lokasi,karakteristik,kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
•    Cek intruksi dokter tentang jenis otak, dosis dan frekuensi.
•    Cek riwayat alergi
•    Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
•    Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
•    Pilih rute pemberian secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur
•    Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
•    Berikan analgesik tepat waktu saat nyeri hebat
•    Efektivitas analgesik atau efek samping.
6.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter, adanya luka pembedahan    NOC
•    Immune Status
•    Risk Control
•    Knowledge : Infection Control
Kriteria Hasil
    Tak ada tanda infeksi berulang (rubor, kalor, tumor, dolor, fungsiolesa)
    Menerangkan cara-cara penyebaran infeksi dan factor yang berkontribusi
    Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
    Menjelaskan aktifitas yang dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi
    Mengenali perubahan status kesehatan    NIC:
Kontrol Infeksi
•    Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
•    Batasi pengunjung bila perlu
•    Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan klien
•    Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
•    Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan ke-perawatan
•    Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
•    Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
•    Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai petunjuk umum
•    Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
•    Tingkatkan intake nutrisi
•    Kelola terapi antibiotic bila perlu

Proteksi Infeksi
•    Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
•    Monitor hasil laboratorium seperti : hitung granulosit, WBC
•    Monitor kerentanan terhadap infeksi
•    Saring pengunjung terhadap penyakit menular
•    Pertahankan teknik asepsis pada klien yang beresiko
•    Berikan perawatan kulit pada area epidema
•    Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
•    Dorong masukan nutrisi, cairan, dan istirahat yang cukup
•    Monitor perubahan tingkat energi
•    Dorong peningkatan mobilitas dan latihan
•    Instruksikan klien untuk minum anti-biotic sesuai resep
•    Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
•    Ajarkan cara menghindari infeksi
•    Laporkan kecurigaan infeksi

Enviroment management
•    Batasi pengunjung yang sedang demam / influenza / sakit infeksi

Health education
•    Jelaskan mengapa sakit dan peng-obatan meningkatkan resiko infeksi
•    Anjurkan klien untuk menjaga ke-sehatan personal untuk melindungi dari infeksi
•    Ajarkan metode aman untuk pe-ngamanan /penyiapan makanan
•    Pengendalian infeksi : Ajarkan teknik mencuci tangan
•    Ajarkan tanda-tanda infeksi
•    Anjurkan untuk lapor perawat/dokter bila dirasakan muncul tanda-tanda infeksi

Medication Administration
•    Kelola terapi sesuai advis
•    Pantau efektivitas, keluhan yang muncul pasca pemberian antibiotic

3.6    IMPLEMENTASI

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.

3.7    EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya atau belum  tercapai.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai,meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standart yang telah ditetapkan lebih dahulu. Pada tahap ini yang perawat lakukan adalah melihat apakan masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditentukan. Serta pasien merasakan perubahan positif terhadap penyakit epispadia terutama nyeri,bersihan jalan nafas dan resiko tinggi infeksi.






BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki,dimana lubang uretra terdapat dibagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung,tetapi terbuka.kelainan ini terjadi pada saluran perkemihan. Pada anak laki-laki yang terkena, penis biasanya luas, dipersingkat dan melengkung ke arah perut (chordee dorsal). Biasanya, meatus terletak di ujung penis, namun anak laki-laki dengan epispadias, terletak di atas penis. Dari posisi yang abnormal ke ujung, penis dibagi dan dibuka, membentuk selokan. Seolah-olah pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit dilucuti di bagian atas penis. Klasifikasi epispadias didasarkan pada lokasi meatus pada penis. Hal ini dapat diposisikan pada kepala penis (glanular), di sepanjang batang penis (penis) atau dekat tulang kemaluan (penopubic).
Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi yang cukup bahaya Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa, apabila lubang uretra di dorsalnya luas, maka dapat terjadi ekstrofi (pemanjanan melalui kulit) kandung kemih. Sebaiknya pasien yang menderita penyakit epispadia ini melakukan operasi/pembedahan.Tujuan dari penatalaksanaan bedah dari epispadia adalah merekomendasikan penis yang lurus dengan meatus uretra di tempat normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal. Selain itu perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, membuang chordee, dan memperluas uretra ke glands.

4.2 Saran
Selelah kita mempelajari apa yang telah dibahas, maka kita perlu menerapkan dalam profesi kita. Kiranya makalah ini dapat berguna dan memberi wawasan tentang patologi sistem pernapasan khusunya penyakit Epispadia.
DAFTAR PUSTAKA
http://rarah-catatanharianku.blogspot.com/2011/01/penyakit-paru-obstruksi-kronisppok.html
McCloskey, Joanne, dkk. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi 4. Mosby Elsevien: LISA.
McCloskey, Joanne, dkk. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi 4. Mosby Elsevien: LISA.


No comments:

Post a Comment

Trimakasih Atas Kunjungan Anda