Zogie Ari Effendi | Kumpulan Materi Perkuliahan Keperawatan

Zogie Ari Effendi | Kumpulan Materi Perkuliahan Keperawatan
Stikes ICME Jombang

Friday 26 September 2014

Makalah Dekompensasi Kordis

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Rabb seluruh alam, yang telah menciptakan manusia dengan sempurna. Memberikan nikmat terbesaar iman dan islam yang tertancap mantap dilubuk hati kita.
Sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Atas berkat rahmat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah  ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Dekompensasi Cordis“
Penyusun menyadari bahwa Makalah  ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ketua STIKES ICME JOMBANG Dr. M. Zainul Arifin,M.kes
2) Kaprodi S1 Keperawatan Mu’arofah,S.Kep,Ns,M.Kes
3) Wali kelas Bambang Tutuko, SH.,S.Kep.,Ns
4) Dosen pengajar mata kuliah Resprasi 1 yang telah memberi tugas kepada kami sehingga kami dapat mengerti dan memahami bab yang kami bahas
5) Teman-teman sekelas kami yang telah membantu dan mendukung kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini, masih banyak terdapat kekeliruan, seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, penulis akan sangat berlapang dada dan besar hati menerima saran dan kritik yang bersifat membangun, bermanfaat bagi kelanjutan pembuatan makalah yang selanjutnya.
                                                                                                                                                

Jombang,27 Mei 2014


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
1. BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan ................ 2
1.3 Manfaat 2

2. BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Anatomi fisiologi 3
2.2 Pengertian 5
2.3 Jenis Dekompensasi cordis 6
2.4 Etiologi 8
2.5 Patofisiologi 10
2.6 Manifestasi Klinis 12
2.7 Komplikasi 12
2.8 Derajat Beratnya DC 12
2.9Penatalasanaan 13
2.10Pencegahan 14

3. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 pengkajian 15
3.2 Pemeriksaan Fisik 16
3.3 Pemeriksaan Diagnostik 17
3.4 Diagnosa Keperawatan 18
3.5 Intervensi 19
3.5 Implementasi 26
3.6 Evaluasi 26

4. BAB IV PENUTUP
4.1 kesimpulan 28
4.2 Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29


BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas), fatik (saat istirahat atau aktivitas), dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung.
Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. Dimana jenis penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang pada anak–anak yang menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 – 15 tahun.
Perlu diketahui, bahwa dekompensasi kordis pada bayi dan anak memiliki segi tersendiri dibandingkan pada orang dewasa, yaitu :
1.Sebagian besar penyebab gagal jantung pada bayi dan anak dapat diobati (potentially curable).
2.Dalam mengatasi gagal jantung tidak hanya berhenti sampai gejalanya hilang, melainkan harus diteruskan sampai ditemukan penyebab dasarnya
3.Setelah ditemukan penyebabnya, bila masih dapat diperbaiki maka harus segera dilakukan perbaikan.
4.Lebih mudah diatasi dan mempunyai prognosis yang lebih baik daripada gagal jantung pada orang dewasa.
Menurut data yang diperoleh penulis hingga sekarang penyakit jantung merupakan pembunuh nomor satu (Sampurno,1993). WHO menyebutkan rasio penderita gagal jantung di dunia adalah satu sampai lima orang setiap 1000 penduduk. Penderita penyakit jantung di Indonesia kini diperkirakan mencapai 20 juta atau sekitar 10% dari jumlah penduduk di Nusantara ( www.depkes.go.id ).


1.2Tujuan
1.Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan dengan masalah penyakit jantung.
2.Tujuan Khusus
a.Memperoleh gambaran tentang pengkajian dengan masalah penyakit jantung.
b.Memperoleh gambaran tentang masalah dan diagnosa keperawatan dengan masalah penyakit jantung.
c.Memperoleh gambaran tentang rencana keperawatan dengan masalah penyakit jantung.
d.Melakukan tindakan keperawatan serta evaluasi proses tindakan keperawatan dengan masalah penyakit jantung.
e.Melakukan evaluasi hasil yang dibahas melalui catatan perkembangan dengan masalah penyakit jantung.
f.Memperoleh gambaran tentang faktor penunjang dan faktor penghambat dalam penerapan asuhan keperawatan dengan masalah penyakit jantung.

1.3Manfaat
1.Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pembaca khususnya seorang perawat
2.Manfaat Praktis
Hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan dan masukan mengenai Asuhan Keperawatan Perkemihan Infeksi Saluran Kemih.







BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1Anatomi dan Fisiologi Jantung
1.Anatomi Jantung
Beban Awal
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai titik tertentu memperbanyak tumpang tindih antara filament-filamen aktin dan miosin, sehingga kekuatan kontraksi dan curah jantung meningkat. Hubungan ini dinyatakan dengan Hukum Starling, yaitu peregangan serabut-serabut miokardium selama diastol akan meningkatkan kekuatan kontraksi pada sistol (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995).
Beban awal dapat meningkat dengan bertambahnya volume diastolik ventrikel, misalnya karena retensi cairan, sedangkan penurunan beban awal dapat terjadi pada diuresis. Secara fisiologis, peningkatan volume akan meningkatkan tekanan pada akhir diastol untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel dan curah jantung, namun pada ventrikel yang gagal, penambahan volume ventrikel tidak selalu disertai perbaikan fungsi ventrikel. Peningkatan tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan bendungan paru atau sistemik, edema akibat transudasi cairan dan mengurangi peningkatan lebih lanjut dari volume dan tekanan. Perubahan dalam volume intrakardia dan perubahan akhir pada tekanan bergantung pada kelenturan daya regang ruang-ruang jantung. Ruang jantung yang sangat besar, daya regangnya dapat menampung perubahan volume yang relative besar tanpa peningkatan tekanan yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang ventrikel yang gagal, yang kurang lentur, penambahan volume yang kecil dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang bermakna dan dapat berlanjut menjadi pembendungan dan edema ( Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ).
KontraktilitasKontraktilitas menunjukkan perubahan-perubahan dalam kekuatan kontraksi atau keadaan inotropik yang terjadi bukan karena perubahan-perubahan dalam panjang serabut. Pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin atau digoksin, akan meningkatkan kontraktilitas, sedangkan hipoksia dan asidosis akan menekan kontraktilitas. Pada gagal jantung terjadi depresi dari kontraktilitas miokardium ( Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ).
Beban Akhir
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik.  Menurut Hukum Laplace , ada tiga variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu ukuran atau radius intraventrikel, tekanan sistolik ventrikel dan tebal dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan sistolik ventrikel, sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius intraventrikel. Pemberian vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain dari gagal jantung dapat mengurangi beban akhir ( Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ).
2.Fisiologi Jantung
·Fisiologi otot jantung
Terdiri dari tiga tipe otot jantung yang utama yaitu otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus pengantar rangsangan, sebagai pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan kontraksi otot yang lebih lama. Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya mengandung sedikit serat kontraktif malahan serat ini menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi sehingga serat ini bekerja sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung.
·Fungsi umum otot jantung
1)Sifat Ritmisitas/otomatis
Otot jantung secara potensial dapat berkontraksi tanpa adanya rangsangan dari luar. Jantung dapat membentuk rangsangan (impuls) sendiri. Pada keadaan fisiologis, sel-sel miokardium memiliki daya kontraktilitas yang tinggi.
2)Mengikuti hukum gagal atau tuntas
Bila impuls yang dilepas mencapai ambang rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal, sebab susunan otot jantung merupakan suatu sinsitium sehingga impuls jantung segara dapat mencapai semua bagian jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama. Kekuatan berkontraksi dapat berubah-ubah bergantung pada faktor tertentu, misalnya serat otot jantung, suhu, dan hormon tertentu.
3)Tidak dapat berkontraksi tetanik
Refraktor absolut pada otot jantung berlangsung sampai sepertiga masa relaksasi jantung, merupakan upaya tubuh untuk melindungi diri.
4)Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot
Bila seberkas otot rangka diregang kemudian dirangsang secara maksimal, otot tersebut akan berkontraksi dengan kekuatan tertentu. Serat otot jantung akan bertambah panjang bila volume diastoliknya bertambah. Bila peningkatan diastolik melampaui batas tertentu kekuatan kontraksi akan menurun kembali.

2.2Pengertian
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup memenuhi kebutuhan metabolisme jarngan akan oksigen dan nutrisi. (Brunner,2001).
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung (Tabrani, 1998; Price, 1995).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik yang mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997 ).
Definisi alternatif menurut Packer, gagal jantung kongestif merupakan suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis (effort intolerance), retensi cairan, dan memendeknya umur hidup (reduced longevity). Termasuk di dalam kedua batasan tersebut adalah suatu spektrum fisiologi-klinis yang luas, mulai dari cepat menurunnya daya pompa jantung (misalnya pada infark jantung yang luas, takiaritmia atau bradikardia yang mendadak), sampai pada keadaan-keadaan di mana proses terjadinya kelainan fungsi ini berjalan secara bertahap tetapi progresif {misalnya pada pasien dengan kelainan jantung yang berupa pressure atau. volume overload dan hal ini terjadi akibat penyakit pada jantung itu sendiri, seperti hipertensi, kelainan katup aorta atau mitral dll).
Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila jantung tidak lagi mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh pada tekanan pengisian yang normal, padahal aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan normal.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan yang mana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya (Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ; Ignatavicius and Bayne, 1997).
Menurut Braunwald, gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

2.3Jenis-jenis Dekompensasi Cordis
a.Gagal Jantung Backward & Forward
Hipotesis backward failure pertama kali diajukan oleh James Hope pada tahun 1832: apabila ventrikel gagal untuk memompakan darah, maka darah akan terbendung dan tekanan di atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik. Hipotesis forward failure diajukan oleh Mackenzie, 80 tahun setelah hipotesis backward failure. Menurut teori ini manifestasi gagal Jantung timbul akibat berkurangnya aliran darah (cardiac output) ke sistem arterial, sehingga terjadi pengurangan perfusi pada organ-organ yang vital dengan segala akibatnya.
Kedua hipotesis tersebut saling melengkapi, serta menjadi dasar patofisiologi gagal Jantung. Kalau ventrikel gagal mengosongkan darah maka menurut hipotesis backward failure :
a.Isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhirfase diastolik (end- diastolicpressure) meninggi.
b.Isi dan tekanan akan meninggi pada atrium di belakang ventrikel yang gagal.
c.Atrium ini akan bekerja lebih keras (sesuai dengan hukum Frank – Starling)
d. Tekanan pada vena dan kapiler di belakang ventrikel yang gagal akan meninggi.
e.Terjadi transudasi pada jaringan interstitial (baik pulmonal maupun sistemik)

Akibat berkurangnya curah Jantung serta aliran darah pada jaringan/organ yang menyebabkan menurunnya perfusi (terutama pada ginjal dengan melalui mekanisme yang rumit), yang akan mengakibatkan retensi garam dan cairan serta memperberat ekstravasasi cairan yang sudah terjadi. Selanjutnya terjadi gejala-gejala gagal Jantung kongestif sebagai akibat bendungan pada jaringan dan organ.
Kedua jenis kegagalan ini jarang bisa dibedakan secara tegas, karena kalau gagal Jantung kongestif, pada kenyataannya, kedua mekanisme ini berperan, kecuali pada gagal jantung yang terjadinya secara mendadak. Contoh forward failure : gagal ventrikel kanan akut yang terjadi akibat emboli paru yang masif, karena terjadinya peninggian isi dan tekanan pada ventrikel kanan serta tekanan pada atrium kanan dan pembuluh darah balik sistemik, tetapi pasien sudah meninggal sebelum terjadi ekstravasasi cairan yang menimbulkan kongesti pada vena-vena sistemik. Baik back¬ward maupun forward failure dapat terjadi pada infark jantung yang luas. Forward failure terjadi akibat berkurangnya output ventrikel kiri dan renjatan kardiogenik dan yang akan menimbulkan manifestasi berkurangnya perfusi jaringan/organ. Sedangkan backward failure terjadi karena adanya output yang tidak sama (inequal) antara kedua ventrikel, yang meskipun bersifat sementara berakibat terjadinya edema paru yang akut.
Hipotesis backward dan forward failure yang klasik ini meskipun banyak celah kelemahannya ditinjau dengan perkembangan konsep patofisiologi gagal jantung saat ini, masih tetap dapat menjadi pegangan untuk menjelaskan patogenesis gagal jantung terutama bagi para edukator.
b.Gagal Jantung Right-Sided dan Left-Sided
Penjabaran backward failure adalah adanya cairan bendungan di belakang ventrikel yang gagal merupakan petanda gagal jantung pada sisi mana yang terkena. Adanya kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri, hipertensi dan kelainan-kelainan pada katup aorta serta mitral menunjukkan gagal jantung kiri (left heart failure).Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama, cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik : di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura dll, dan menjadikan gambaran klinisnya sebagai gagal jantung kanan (rightheart failure)
c.Gagal Jantung Low-Output dan High-Output
Gagal Jantung golongan ini menunjukkan bagaimana keadaan curah Jantung (tinggi atau rendahnya) sebagai penyebab terjadinya manifestasi klinis gagal Jantung. Curah Jantung yang rendah pada penyakit jantung apa pun (bawaan, hipertensi, katup, koroner, kardiomiopati) dapat menimbulkan low-output failure. Sedangkan pada penyakit-penyakit dengan curah jantung yang tinggi misalnya pada tirotoksikosis, beri-beri, Paget’s, anemia dan fistula arteri-vena, gagal jantung yang terjadi dinamakan high-output failure.

d.Gagal Jantung Akut dan Menahun
Manifestasi klinis gagal jantung di sini hanya menunjukkan saat atau lamanya gagal jantung terjadi atau berlangsung. Apabila terjadi mendadak, misalnya pada infark jantung akut yang luas, dinamakan gagal jantung akut (biasanya sebagai gagal jantung kiri akut). Sedangkan pada penyakit-penyakit jantung katup, kardiomiopati atau gagal jantung akibat infark jantung lama, terjadinya gagal jantung secara perlahan atau karena gagal jantungnya bertahan lama dengan pengobatan yang diberikan, dinamakan gagal jantung menahun.
e.Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Secara implisit definisi gagal jantung adalah apabila gagal jantung yang terjadi sebagai akibat abnormalitas fungsi sistolik, yaitu ketidak mampuan mengeluarkan darah dari ventrikel, dinamakan sebagai gagal jantung sistolik. Jenis gagal jantung ini adalah yang paling klasik dan paling dikenal sehari-hari, penyebabnya adalah gangguan kemampuan inotropik miokard. Sedangkan apabila abnor-malitas kerja jantung pada fase diastolik, yaitu kemampuan pengisian darah pada ventrikel (terutama ventrikel kiri), misalnya pada iskemia jantung yang mendadak, hipertrofi konsentrik ventrikel kiri dan kardiomiopati restriktif, gagal jantung yang terjadi dinamakan gagal jantung diastolik. Petanda yang paling nyata pada gagal jantung di sini adalah : fungsi sistolik ventrikel biasanya normal (terutama dengan pengukuran ejection fraction misalnya dengan pemeriksaan ekokardiografi).
2.4Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati.
Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995)

a)Kelainan otot jantung (menurunnya kontraktilitas jantung)
·Arterosklerosis koroner
·Hipertensi arterial
·Penyakit otot degenerative
b)Penyakit jantung lain
·Stenosis katub semiluner
·Tamponade pericardium
·Insufisien katup AV
·Hipertensi maligna
c)Faktor sistemik
·Hipoksia
2.5Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat di lihat :
1.Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik.
2.Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron, dan
3.Hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif. Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :
a.Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus.
b.Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus.
c.Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I.
d.Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
e.Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
f.Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium; tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.

WOC Dekompensasi Cordis


















































2.6Manifestasi Kliis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sistem pulmonal antara lain :
1. Lelah
2. Angina
3. Cemas
4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI
5. Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antara lain :
1. Dyppnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
2. Batuk
3. Orthopea
4. Reles paru
5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
1. Edema perifer
2. Distensi vena leher
3. Hati membesar
4. Peningkatan central venous pressure (CPV)

2.7Komplikasi
Komplikasi dari decompensatio cordis adalah:
1. Syok kardiogenik.
2. Episode tromboemboli.
3. Efusi dan tamporiade pericardium

2.8Derajat Beratnya Dekompensasi Cordis
·Derajat I(Tanpa Keluhan):  Aktifitas terbatas, dalam sehari tak ada keluhan
·Derajat II(Ringan):  Aktifitas sehari sedikit terbatas , ada keluhan
·Derajat III(Sedang):  Aktifitas sangat terbatas, menimbulkan keluhan
·Derajat IV(Berat):  Keadaan istirahat menimbulkan keluhan

2.9Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi menjadi :
1.Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
Sering tampak gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
2.Medikamentosa
Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.
3.Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
a.Revaskularisasi (perkutan, bedah)
b.Operasi katup mitral.
c.Aneurismektomi.
d.Kardiomioplasti.
e.External cardiac support.
f.Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
g.Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
h.Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
i.Ultrafiltrasi, hemodialisis.
2.10Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi hal yang diutamakan, terutama pada kelompok dengan risiko tinggi.
1.Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard.
2.Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan.
3.Pengobatan hipertensi yang agresif.
4.Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung.
5.Memerlukan pembahasan khusus.
6.Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari.






BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1Pengkajian
1.Anamnase
Nama:
Umur :
Pekerjaan :
Penanggung jawab :
Agama :
Status perkawinan :
Alamat :
No . medical record :
Tanggal masuk :
Diagnose medic :
Tanda – tanda vital :
Nadi :
Tekanan darah :
Pernafasan:
Suhu: 
2.Riwayat Kesehatan



















3.2Pemeriksaan Fisik
1.Aktivitas dan Istirahat
·Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (keringat malam hari).
·Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
2.Sirkulasi
·Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
·Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
3.Integritas Ego
·Tanda: Menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.
4.Makan/cairan
·Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
·Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.
5.Neurosensori
·Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
·Tanda: Kelemahan
6.Pernafasan
·Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
·Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.
7.Keamanan
·Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
·Tanda: Kelemahan tubuh
8.Penyuluhan/pembelajaran
·Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
·Tanda: Menunjukan kurang informasi.

3.3Pemeriksaan Penunjang
1.EKG : Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan guna mengkaji kompensaai sepperti hipertropi ventrikel.
2.Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada penyakit jantung kotoner.
3.Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung
4.esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk menyajikan data tentang fungsi jantung
5.Faktor Lain
·Kebiasaan merokok
Yaitu bahwa rokok mengandung nikotin dan zat beracun yang berbahaya dan dapat merusak fungsi jantung. Nikotin pada rokok dapat meningkatkan faktor resiko kerusakan pembuluh darah dengan mengendapnya kolesterol pada pembuluh darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras.
·Hipertensi
Yaitu meningkatnya tekanan darah sistolik karena pembuluh darah tidak elastis serta naiknya tekanan diastolic akibat penyempitan pembuluh darah tersebut, aliran darah pada pembuluh koroner juga naik.
·Obesitas
Yaitu penumpukan lemak tubuh, sehingga menyebabkan kerja jantung tida normal dan menyebabkan kelainan.
·Kolesterol tinggi
Yaitu mengendapnya kolesterol dalam pembuluh darah jantung koroner menyebabkan kerja jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh menjadi lebih berat.
·Diabetes Mellitus
Karena kadar glukosa yang berlebih bisa menimbulkan penyakit yang agak berat dan bersifat herediter.
·Ketegangan jiwa/stress
Stres terjadi bias meningkatkan aliran darah dan penyempitan pada pembuluh darah koroner.
·Keturunan
·Kurang makan sayur dan buah
3.4Diagnosa
1.Intoleransi aktivitas b/d kelelahan atau dipnue akibat turunnya curah jantung
2.Resiko penurunan perfusi jaringan
3.Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
4.Kelebhian volume cairan
5.Gangguan pertukaran gas
6.Kerusakan intregitas kulit
7.Ketidakseimbangan nutrisi > kebutuhan tubuh
8.Ketidakefektifan pola nafas b/f keletihan otot-otot pernafasan disfungsi neuromuscular, sindrom hipoventilasi
9.Ansietas b/d kesulitan nafas dan kegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat

3.5Intervensi
      

3.6Implementasi
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada pasien. Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
1.Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukaan
2.Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3.Menyiapkan lingkungan terapeutik
4.Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5.Memberikan asuhan keperawatan langsung
6.Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada, mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, Prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang didelegasikan terampil dalam tugas dan dapat menjelaskan tugas sesuai dengan standar keperawatan.

3.7Evaluasi
Evaluasi keperawatan ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)
Evaluasi merupakan proses yang dilakuakn untuk menilai pencapaian tujuan atau menilai respon klien terhadap tindakan leperawatan seberapa jauh tujuan keperawatan telah terpenuhi. Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif. Dalam evalusi kuantitatif yang dinilai adalah kuatitas atau jumlah kegiatan keperawatan yang telah ditentukan sedangkan evaluasi kualitatif difokoskan pada masalah satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi proses dan dimensi hasil tindakan yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :
1.Mengumpulkan data keperawatan pasien.
2.Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien.
3.Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4.Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku.
Hasil yang diharapkan:
1.Mengalami penurunan kelelahan dan dispnea.
a.Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik maupun emosional.
b.Berada pada posisi yang tepat yang dapat mengurangi kelelahan dan dispnu.
c.Mematuhi aturan pengobatan.
2.Mengalami penurunan kecemasan.
a.Menghindari situasi yang menimbulkan stress.
b.Tidur nyenyak di malam hari.
c.Melaporkan penurunan stres dan kecemasan.
3.Mencapai perfusi jaringan yang normal.
a.Mampu beristirahat dengan cukup.
b.Melakukan aktivitas yang memperbaiki aliran balik vena; latihan harian sedang; rentang gerak ekstremitas aktif bila tidak bisa berjalan atau harus berbaring dalam waktu lama, mengenakan kaus kaki penyokong.
c.Kulit hangat dan kering dengan warna normal.
d.Tidak memperlihatkan edema perifer.
4. Mematuhi aturan perawatan diri.














BAB IV
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita ketahui, bahwa penyakit dekompensasi kordis masih merupakan masalah yang memiliki tingkat mortalitas yang tinggi terutama pada bayi dan anak, jika tidak ditangani dengan baik.
Gagal jantung adalah kelainan patofisiologik yang mana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan akibat dari meningkatnya beban awal atau beban akhir atau menurunnya kontraktilitas miokard.
Penanganan dari gagal jantung memerlukan perhitungan serta pertimbangan yang tepat agar tidak memperburuk keadaan jantung dari penderita. Selain itu edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan sangatlah penting terutama bagi orang tua dan keluarga pasien agar dapat membantu memaksimalkan proses penyembuhan dan menurunkan angka mortalitas. Istirahat serta rehabilitasi, pola diet, kontrol asupan garam, air, monitor berat badan adalah cara–cara yang praktis untuk menghambat progresifitas dari penyakit ini.

4.2Saran
Saran sesuai dengan masalah yang telah disimpulkan oleh penulis, pada akhir makalah penulis memberikan saran bahwa untuk penaggulangan penyakit decompensatio cordis, masyarakat harus mengurangi kebiasaan merokok, pengurangan makanan berkolesterol tinggi, makanan berlebih yang menyebabkan obesitas, perbanyak makan sayur dan buah, kurangi stress dan lainnya yang telah tertulis dalam makalah guna memperkecil resiko decompensatio cordis.





DAFTAR PUSTAKA
http://khakarangga.blogspot.com/2013/05/laporan-pendahuluan-pada-decompensatio.html
http://download-askep-askeb.blogspot.com/2013/05/askep-pada-klien-dengan-decompensasi.html
Hendra, Arjatmo. 1996. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

No comments:

Post a Comment

Trimakasih Atas Kunjungan Anda