Zogie Ari Effendi | Kumpulan Materi Perkuliahan Keperawatan

Zogie Ari Effendi | Kumpulan Materi Perkuliahan Keperawatan
Stikes ICME Jombang

Friday 26 September 2014

Makalah IMA (Infrak Miokad Akut)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Penyakit yang satu ini  merupakan salah satu penyakit jantung yang banyak menimbulkan kematian, bahkan seringkali menimbulkan kematian mendadak bila tidak segera mendapatkan penanganan serta pengobatan yang tepat dan cepat.
Infark miokard akut ini atau disebut juga dengan AMI (akut miokard infark) adalah sebuah kondisi kematian pada miokard (otot jantung) akibat dari aliran darah ke bagian otot jantung terhambat atau juga terganggu.
Infark miokard akut ini disebabkan adanya penyempitan atau pun sumbatan pembuluh darah koroner. Dan pembuluh darah koroner ini adalah pembuluih darah yang memberikan makan serta nutrisi ke otot jantung untuk menjalankan fungsinya. Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan irreversibel dalam 3 – 4 jam. Secara morfologis, infark miokard akut ini dapat terjadi secara transmural atau subendocardial. Akut Miokard Infark transmural mengenai seluruh bagian dari dinding miokard dan juga terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada kejadian Akut Miokard Infark subendocardial nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel jantung.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apadefinisi dari penyakit IMA ?
2. Apa etiologi dari penyakit IMA ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit IMA ?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit IMA ?
5. Apa komplikasi  dari penyakit IMA?
6. Penatalaksanaan dari penyakit IMA ?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan IMA ?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai penyakit IMA
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari penyakit IMA
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari penyakit IMA
3. Mahasiswa mampu memahami Menifestasi Klinis dari penyakit IMA
4. Mahasiswa mampu memahami Patofisiologi dari penyakit IMA
5. Mahasiswa mampu memahami Komplikasi penyakit IMA
6. Mahasiswa mampu memahami Penatalaksanaan penyakit IMA
7. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan IMA



















BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung (Arif Mansjoer, 2001).
Myocardial  infark (MI, sumbatan koroner, thrombosis koroner atau serangan jantung) merupakan sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil dan focal atau besar dan difus. Pembuluh yang sering terkena adalah koronaris kiri, percabangan anterior kiri dan arteri circumflex. Pembuluh yang tersumbat mungkin hanya satu, dua, atau tiga pembuluh (Depkes, 1993:138).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner, mengakibatkan iskemia miokard dan nekrosis (Doengoes, M.E., 2000).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (S. Harum, 2003).

2.2 Anatomi Fisiologi
Sistem kardiovaskuler terdiri dari  3 bagian yang saling mempengaruhi yaitu jantung, pembuluh darah, dan darah (Depkes,1993:3)
1. Jantung
Adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke paru-paru untuk pertukaran gas (Depkes, 1993:3).Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantaa kedua paru-paru. Jantung terdiri dari 3 lapisan.lapisan terluas disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam yaitu lapisan endotel disebut endokardium. Ruangan jantung bagian atas yaitu atrium dan ventrikel. Secara fungsional darah dibagi menjadi alat menjadi alat pompa kanan dan pompa kiri yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru dan peredaran darah bersih ke sistemik. Terpisahnya ruangan dalam jantung mencegah percampuran antara daerah yang menerima darah yang tidak teroksigenali dari vena kava superior, inferior, dan sistem koroner. Darah ini melalui katup mitrat ke ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta untuk sirkulasi koroner dan sistemik (Sjafoellah, 1996:1069).
Miokardium menerima darah ketika diashole dari arteri kosong. Arteri koronaria kiri bercabang menjadi arteri descendino anterior dan arteri circumflex. Arteri koronaria kanan memberi darah antara lain ke SA node ventrikel kanan, permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena-vena koronaria mengembalikan darah ke sinus kemudia bersikulasi langsung ke dalam paru-paru (Depkes, 1993:3).

2.  Pembuluh darah
      Pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke seluruh bagian dan alat tubuh disebut arteri pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari ventrikel kiri disebut aorta. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastis dan terdiri 3 lapisan yaitu : lapisan terluar dinding arteri disebut tunika externa. Keadaan tidak elastis disebut arteri osklerosis, sedangkan bagian dalam dari arteri adalah tunika interna atau intima. Pembersihan plaqul yang terjadi pada dinding arteri bagian dalam disebut athero sclerosis. Hal ini mengakibatkan aliran darah arteri terganggu dan dapat mengakibatkan proses iskemia (Depkes, 1993:6).

3.  Darah
         Darah merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida dan metabolit. Jadi darah merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengatur hormon dan pengontrol suhu. Dalam darah terdapat eritrosit, leukosit dan trombosit, meskipun 55 % elemen dalam darah adalah plasma.
         Hemoglobin yang ada dalam eritrosit membawa oksigenasi sel-sel. Peran eritrosit dalam mengangkut hemoglobin adalah penting. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara pembentukan dan pemecahan eritrosit untuk menjamin pengantaran oksigen secara adekuat (Depkes, 1993:7).

2.3 Etiologi
(Menurut kasuari, 2002)
1. Faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
- Faktor pembuluh darah :
· Aterosklerosis.
· Spasme
· Arteritis
- Faktor sirkulasi :
· Hipotensi
· Stenosos aurta
· Insufisiensi
- Faktor darah :
· Anemia
· Hipoksemia
· Polisitemia

b. Curah jantung yang meningkat :
· Aktifitas berlebihan
· Emosi
· Makan terlalu banyak
· Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
· Kerusakan miocard
· Hypertropimiocard
· Hypertensi diastolic
2.   Faktor predisposisi :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
· Usia lebih dari 40 tahun
· Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
· Hereditas
· Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

b. Faktor resiko yang dapat diubah :
- Mayor :
· Hiperlipidemia
· Hipertensi
· Merokok
· Diabetes
· Obesitas
· Diet tinggi lemak jenuh, kalori

- Minor:
· Inaktifitas fisik
· Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
· Stress psikologis berlebihan.
2.4 Manifestasi Klinis
Nyeri :
· Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
· Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
· Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
· Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
· Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
· Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
· Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
· Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.


2.5 Patofisiologis
Dua jenis komplikasi penyakit IMA terpanting ialah komplikasi hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA, daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction,isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infark tetapi juga daerah istemik disekitarnya. Miokard yang relatif masih baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik.bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diatolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodelling ventrikel yang nantiya akan mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan prognosis.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang, fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropfi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsang. Sistem saraf autonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.


2.6 WOC



























































2.7 Komplikasi
1. Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut. Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung  sudah sangat tidak adekuat.
2. Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat.
3. Syok kardiogenik adalah terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan kadiak output yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul setelah adanya penyakit infark miokardial.
4. Efusi prekardial adalah mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung pericardium.
5. Rupture miokard adalah sangat jarang terjadi tetapi, dapat terjadi bila terdapat infark miokardium, proses infeksi, penyakit infeksi, penyakit pericardium atau disfungsi miokardium lain yang membuat otot jantung menjadi lemah.
6. Henti jantung adalah bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibatnya terjadi penghentian sirkulasi yang efektif.

2.8 Penatalakasaan
1. Istirahat total.
2. Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila ada gagal jantung).
3. Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
4. Atasi nyeri: Morfin 2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg, bisa diulang-ulang
5. Lain-lain: nitrat antagonis kalsium, dan beta bloker
6. Oksigen 2-4 liter/menit.
7. Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada insomniadapat ditambah flurazepam 15-30 mg.
8. Antikoagulan:
a. Heparin 20.000-40.000 U/24 jam iv tiap 4-6 jam atau drip iv dilakukan atas indikasi.
b. Diteruskan asetakumarol atau warfarin
c. Streptokinase/trombolisis
9. Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%.
10. Tindakan pra rumah sakit :
i. Sebagai obat penghilang rasa sakit dan penenang diberikan morfin 2,5-5 mg atau petidin 25-50 mg iv perlahan-lahan. Hati-hati pada penggunaan morfin pada IMA inferior karena dapat menimbulkan bradikardi dan hipotensi, terutama pada pasien asma bronkial dan usia tua. Sebagai penenang dapat diberikan diazepam 5 – 10 mg.
ii. Diberikan infus dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% dan oksigen 2-4 l/menit. Pasien dapat dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas ICCU. Bila ada tenaga terlatih beserta fasilitas konsultasi (EKG transtelfonik/tele-EKG) trombolisis dapat dilakukan. Pantau dan obati aritmia maligna yang timbul.
11. Tindakan perawatan di rumah sakit
Pasien dimasukkan ke ICCU atau ruang rawat dengan fasilitas penanganan aritmia (monitor). Lakukan tindakan di atas bila belum dikerjakan. Ambil darah untuk pemeriksaan darah rutin, gula darah, BUN, kreatinin, CK, CKMB, SGPT, LDH, dan elektrolit terutama K+ serum. Pemeriksaan pembekuan meliputi trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, Prothrombin Time (PT), dan Activated Partial Thromboplastin Time (APTT). Pemantauan irama jantung dilakukan sampai kondisi stabil. Rekaman EKG dapat diulangi setiap hari selama 72 jam pertama infark.
Nitrat sublingual atau transdermal digunakan untuk mengatasi angina, sedangkan nitrat iv diberikan bila sakit iskemia berulang atau berkepanjangan. Bila masih ada rasa sakit dapat diberikan morfin sulfat 2,5 mg iv dan dapat diulangi setiap 5-30 menit, atau petidin HCl 25-50 mg iv dapat diulangi tiap 5-30 menit sampai rasa sakit hilang. Selama 8 jam pasien dipuasakan dan selanjutnya diberi makanan cair atau lunak dalam 24 jam pertama lalu dilanjutkan dengan makanan lunak. Laksan diberikan untuk mencegah konstipasi.
12.  Pengobatan trombolitik
Obat trombolitik yaitu streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang dikombinasi, disebut recombinant TPA (r-TPA), dan anisolylated plasminogen activator complex (ASPAC). Yang terdapat di Indonesia hanya streptokinase dan r-TPA. Recombinant TPA bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Obat ini menyebabkan penyulit berupa perdarahan otak sedikit lebih tinggi dibandingkan streptokinase. Streptokinase dapat menyebabkan reaksi alergi dan hipotensi sehingga tidak boleh diulangi bila dalam 1 tahun sebelumnya telah diberikan, atau pasien dalam keadaan syok.
13.  Indikasi trombolitik adalah pasien berusia di bawah 70 tahun nyeri dada dalam 12 jam, elevasi ST > 1 mm pada sekurang-kurangnya 2 sadapan. Recombinant TPA sebaiknya diberikan pada infark miokard kurang dari 6 jam (window time).
14.  Kontraindikasi trombolitik adalah perdarahan organ dalam, diseksi aorta, resusitasi jantung paru yang traumatik dan berkepanjangan, trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial, retinopati diabetik hemoragik, kehamilan, tekanan darah di atas 200/120 mmHg, serta riwayat perdarahan otak. Sebelum pemberian trombolitik diberikan Aspirin® 160 mg untuk dikunyah. Streptokinase diberikan dengan dosis 1,5 juta unit dalam 100 ml NaCl 0,9% selama 1 jam. Dosis r-TPA adalah 100 mg dalam 3 jam dengan cara 10 mg diberikan dulu bolus iv lalu 50 mg dalam infus selama 1 jam, dan sisanya diselesaikan dalam 2 jam berikutnya. Penelitian GUSTO (1993) menunjukkan, pemberian 15 mg r-TPA secara bolus diikuti dengan 0,75 mg/kg BB dalam ½ jam dan sisanya 0,5 mg/kg BB dalarn 1 jam memberikan hasil lebih baik. Dosis maksimum 100 mg.
15.  Heparin diberikan setelah streptokinase bila terdapat infark luas, tanda-tanda gagal jantung, atau bila diperkirakan pasien akan dirawat lama. Bila diberikan r-TPA, heparin diberikan bersama-sama sejak awal.
16.  Cara pemberian heparin adalah bolus 5.000 unit iv dilanjutkan dengan infus kurang lebih 1.000 unit perjam selama 4-5 hari dengan menyesuaikan APTT 1,5-2 kali nilai normal.
17.  Monitor EKG, siapkan defibrilator untuk kemungkinan librilasiventrikel.
18.  Beri oksigen  2-4 liter / menit.
19.  Pasang IV line (dex rose 5 %, Nacl  0,9 %).
20.  Hilangkan rasa sakit dengan oral / iv nitrat bila ada angina. Kalau sakit IMA beri Morphin Sulphat 2 – 5 mg iv (pada anterior infark), dapat diulangi 5 – 30 menit sampai sakit hilang atau Phetidin HCl 25 – 50 mg iv (pada inferior infark).
21.  Indikasi untuk terapi trombolitik
a. Klinis jelas IMA dan elevasi segmen ST > 2mm diprecordial atau 1 > mm disandapan
b. Ekstremitasdan tidak ada kontraindikasi.
c. Masih dalam batas waktu 12 jam sejak awal sakit dada.
d. Pemeriksaan yang segera dilakukan 
e. EKG diulangi selama 3 hari berturut – turut.
f. Foto Thorax
g. Elektrolit, glukosa dan ureum darah.
h. Enzym jantung.
i. Periksa 6 – 8 jam setelah serangan
j. Edema parau, hipotensi, mitral insufiensi, VSD, aritmia atau gangguan hantaran.
22.  Tirah baring  dengan monitor EKG 24 – 48 jam, sampai kondisi stabil diikuti rehabilitasi. Perawatan 7 – 10 hari.
23.  Diazepam 5 mg untuk mengurangi kecemasan.
24.  Pengobatan Non Trombolitik
a. Beta bloker
b. Anti koagulan dan anti pletelet
c. Pencegahan emboli arteri
d. Mengurangi kejadian perluasan infark dan kematian
e. Mengurangi kejadian reoklusi dini dan kematian setelah reperfusi yang berhasil dengan obat trombolitik.
25.  Pencegahan sekunder terhadap infark dan kematian
26.  Rekomendasi untuk 2 – D ECHO waktu istirahat
27.  Rehabilitasi sesuai protokol.

2.9 Pemeriksaan penunjang
1. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
2. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
3. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
4. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
5. Kateterisasi Jantung (Coronary Angiography).
Merupakan sebuah jenis pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Cara kerjanya yaitu Dokter Jantung akan memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju  jantung . Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner. Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Angiografi koroner (kateterisasi jantung) ini berguna untuk mengetahui derajat obstruksi dari pembuluh darah koroner.
6. Radiologi.
Hasil radiologi atau rontgen dada ini tidak bisa menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan pembesaran dari jantung.

2.10 Prognosis
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu: 1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll) 2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut. 3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark).











BAB III
KONSEP ASUHAN  KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Anamnesis
TD normal,meningkat atau menurun,takipnea,mula-mula pain reda kemudian kembali normal,suara jantung S3,S4 galop menunjukkan disfungsi ventrikel,sistolik murmur,M.Papilarri disfungsi,LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub,pulmonary crackles,urin out put menurun, vena jugular amplitudonya meningkat ( LV disfungsi ),RV disfungsi,amplitudo vena jugular menurun,edema perifer,hati lembek .

2. Riwayat Penyakit Sekarang
· Provoking Incident : nyeri setelah beraktifitas, tidak hilang dengan istirahat
· Quality of Pain : sifat nyeri seperti tertekan, diperas atau diremas.
· Regional Radiation : lokasi pd daerah substernal/diatas perikardium menyebar hingga area dada & ketidakmampuan menggerakan bahu dan tangan.
· Severity(skala) : antara 3 – 4 ( 0-4)/ 7 – 9 (skala 0 -10 )
· Time :onset > 15 detik

3. Riwayat penyakit dahulu
· Di tanyakan apakah ada hipertensi, DM, hiperlipidemia.
4. Riwayat Keluarga
· apakah ada  yg mengalami hal yg sama sprt ini.
5. Riwayat Pekerjaan & Pola Hidup
· lingkungan kerja. Merokok, mnm alkohol dll
6. Perubahan Integritas ego
· klien menyangkal, kuatir, takut mati
7. Pengkajian psikososiospritual
· stres berbagai aspek pekerjaan, lingkungan,ekonomi, kesulitan koping.
8. Pemeriksaan fisik
1.Keadaan Umum
Ø composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gg yg melibatkan perfusi sistem saraf pusat
v .B 1 (breathing)
Sesak spt tercekik, frekuensi melebihi normal, àakibat pengerahan tenaga , ↑ tekanan akhir diastolik ventrikel kirià ↑ tekanan vena pulmonalis àKegagalan ↑ curah drh ventrikel kiri pd waktu melakukan kegiatan fisik.
v   B2 ( Blood )
§ Inspeksi : adanya jaringan parut pd dada klien, nyeri daerah substernal/diatas perikardium menyebar meluas kedada, ketidak mampuan mengerakan bahu dan tangan.
§ Palpasi : nadi perifer melemah, thrill pd IMA tanpa komplikasi tdk diketemukan
§ Auskultasi : tekanan drh ↓ à akibat ↓ vol sekucup , bunyi jantung tambahan tdk terdengar
§ Perkusi : batas jantung tdk mengalami pergeseran
v B3 ( Brain )
Tdk ditemukan  sianosis perifer, objektif klien wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang dan mengeliat merupakan respon nyeri dada.
v B4 ( Bladder )
Pengukuran vol keluaran urine bd asupan cairan à oliguria yg mrpk tanda awal syok kardiogenik
v B 5 (Bowel )
mengalami mual dan muntah,  palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan keempat kwadran,
      ↓ peristaltik usus merupakan tanda utama.
v B6 ( Bone )
u lemah, kelelahan, tdk dpt  tidur, pola hidup menetap, jadwal olah raga tak teratur,kaji hegienis personal
u Tanda : takikardi, dispnea pd saat istirahat/aktivitas

3.2 Pemeriksaan diagnostic
1. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
2. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
3. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
4. EKG
Perubahan  EKG  yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS  yang menandakan adanya nekrosis.

Skor nyeri menurut White :
· 0 = tidak mengalami nyeri
· 1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
· 2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya.
5. Kateterisasi Jantung (Coronary Angiography).
Merupakan sebuah jenis pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Cara kerjanya yaitu Dokter Jantung akan memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju  jantung . Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner. Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Angiografi koroner (kateterisasi jantung) ini berguna untuk mengetahui derajat obstruksi dari pembuluh darah koroner.
6. Radiologi.
Hasil  radiologi atau rontgen dada ini tidak bisa menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan pembesaran dari jantung.

3.3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d ketidakseimbangan suplai darah dan  oksigen dg kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium
2. Penurunan curah jantung b/d perubahan, irama, konduksi elektrikal
3. Ketidakefektifan pola napas  b/d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan akibat sekunder dari udema paru.
4. Gangguan perfusi perifer yg b/d penurunan curah jantung
5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernafasan tidak efektif.



3.4. Intervensi dan Implentasi

       

3.5 Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi asuhan keperawatan, hal-hal yang di evaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan pada praktek.
Adapun evaluasi diagnosa keperawatan secara teoritis dapat dilihat pada masing-masing diagnosa keperawatan, yaitu :
1. Nyeri b/d ketidakseimbangan suplai darah dan  oksigen dg kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium
2. Penurunan curah jantung b/d perubahan, irama, konduksi elektrikal
3. Ketidakefektifan pola napas  b/d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan akibat sekunder dari udema paru.
4. Gangguan perfusi perifer yg b/d penurunan curah jantung
5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernafasan tidak efektif.




BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Infark miokard akut ini disebabkan adanya penyempitan atau pun sumbatan pembuluh darah koroner. Dan pembuluh darah koroner ini adalah pembuluh darah yang memberikan makan serta nutrisi ke otot jantung untuk menjalankan fungsinya.Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan irreversibel dalam 3 – 4 jam. Secara morfologis, infark miokard akut ini dapat terjadi secara transmural atau subendocardial. Akut Miokard Infark transmural mengenai seluruh bagian dari dinding miokard dan juga terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada kejadian Akut Miokard Infark subendocardial nekrosis terjadi hanya pada bagian dalam dinding ventrikel jantung.


4.2 SARAN
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Infark Myocard Akut diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.
Informasi atau pendidkan kesehatan berguna untuk klien Infark Myocard Akut  selain itu pengobatan terbaik untuk Infark Myocard Akut adalah pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya.







DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000). Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Nurafif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
_________http://ASKEP / Asuhan Keperawatan Pada AMI / Akut Miokard Infark / IMA / Infark Miokard Akut. Diakses pada tanggal 25 mei 2014 pukul 19.00

No comments:

Post a Comment

Trimakasih Atas Kunjungan Anda